MELANSIR.com, BANDUNG - Manusia memiliki berbagai jurus untuk beradaptasi dan bertahan dalam segala keadaan yang dihadapinya. Hal ini dinyatakan 27 seniman dalam pameran bersama bertajuk "Mekanisme Pertahanan Estetika (Aesthetic Defence Mechanism)" yang digelar di Galeri Teras Nuart Sculpture Park, Bandung.
Berbagai persoalan yang menimpa diri hingga persoalan negeri, semuanya memiliki respons melalui karya seni sebagai bentuk oleh pikir, rasa dan spiritual para pelakunya. Pertahanan diri itu, misalnya saja muncul ketika seniman menghadapi pandemi Covid-19 selama tiga tahun. Dalam persoalan itu, ekspresi seni mampu mempertahankan keberadaan manusia dari keutuhan mental dan moral.
Kurator Pameran, Rizki A. Zaelani menyebut seni mungkin bisa jadi mekanisme pertahanan diri manusia, sebagai cara khas merangkul
kepenuhan hidup, menciptakan harapan, dan pengalaman keseimbangan.
"Dalam pameran ini, ada beberapa pendekatan atau cara para seniman berkarya, dan menyatakan pandangan-pandangan mereka tentang perubahan ‘normalitas’ baru adalah manifestasi cara penyampaian mereka tentang urgensi seni dan caranya bagi hidup saat ini," kata Rizki A. Zaelani, Kamis (25/5).
Menurut Rizki, kompleksitas perubahan realitas hidup kini, bagi mereka, bisa dipahami bahkan dijelajahi dalam alur interaksi pengalaman hidup secara langsung. Misalnya dalam karya "Dancing in The Sky" gubahan Maestro seni lukis Putu Sutawijaya, menyuguhkan ekspresi bentuk-bentuk pernyataan pandangan personal yang juga berkaitan dengan nilai tradisi atau adat budaya.
Dalam karya tersebut, Putu menghadirkan sejumlah figur garuda menari, dan dilengkapi dengan gugusan tulisan garuda nusantara secara berulang. Karya ini, kata Rizki, merupakan cara seniman untuk mengenali dinamika kepentingan sosial melalui sudut pandang kultural, ritus-ritus tradisi dihadirkan sebagai cara belajar dan mengapresiasi tatanan nilai hidup.
"Ini menjadi potensi pernyataan tanda dalam lingkup kesadaran sebuah ritus budaya, pun ekspresi dari karya-karya mereka adalah kepekaan untuk menyatakan semacam ritus tanda," jelasnya.
Kemudian, cara lainnya diperlihatakan dalam karya Butet Kertaredjasa berjudul "Panen Badut" dan "Lagi Musim". Kedua karya ini merupakan karya dengan media campur, Butet menghadirkan badut yang dilukis di atas keramik. Karya ini dinilai sebagai cara seniman menanggapi kegetiran pengalaman hidup dengan menunjukkan gambaran ralitas komikal.
"Cara ini berupaya menggali pengalaman paradoksal hidup keseharian melalui pementasan peran subyek ‘sang pelaku’ dalam gambaran ekspresi yang bersifat humor maupun pencampurannya dengan efek pengalaman glamor," jelasnya.
Cara berbeda ditunjukkan pada karya Tisna Sanjaya yang bertajuk "Hipokrit". Dalam karya tersebut, lanjut Rizki, Tisna memperlihatkan kompleksitas keadaan hidup yang dinyatakan dalam ungkapan simbolik, baik dengan bentuk simbol-simbol yang bersifat umum maupun yang berkonotasi subjektif dan personal.
"Seniman menampilkan bidang-bidang ekspresi kanvas untuk menjadi semacam teater simbol yang mementaskan perjumpaan, persilangan, dan penumpukkan aneka simbol-simbol yang menunjukkan keadaan yang tak tespisahkan antara kepentingan sosial dan modus pemahaman personal," imbuhnya.
Lalu beberapa cara lainnya juga turut disuguhkan para seniman yang turut serta dalam pameran ini melalui corak karya yang beragam seperti realis, surealis, dan abstraksi dengan berbagai teknik penggarapan. Pemeran "Mekanisme Pertahanan Estetik" masih bisa dinikmati oleh khalayak umum hingga 20 Juni 2023 mendatang. (sir)
Artikel Terkait
Golkar-PAN Sambut Positif Wacana Duet Airlangga dan Zulhas
Aston Martin DB12 Dipasangi Mesin V8 Besutan AMG, Diklaim Makin Bertenaga
Semua Fasilitas Pendukung Jemaah Haji Indonesia Dipastikan Ramah Lansia