MELANSIR.COM- Banyak hal dalam kehidupan tiap hari selaku orang tua yang menghabiskan tenaga serta menyulut emosi. Sebab itu, pengelolaan emosi wajib terus dipelajari ortu. Bila tidak, anak dapat saja jadi pelampiasan. Karena, anak lebih lemah serta ortu jadi pihak yang lebih kokoh.
” Dari sisi psikologis, anak serta ortu itu terdapat dalam kedekatan kuasa. Ortu memiliki otoritas yang lebih kokoh serta anak terletak di dasar, yang lebih lemah dan tergantung pada ortu. Ikatan kedekatan kuasa jika tidak sehat itu dapat terjalin penyalahgunaan,” jelas Sovia Sahid MPsi Psikolog.
Yang kerap terjalin, lanjut Sovia, ortu dahulu diurus dengan kekerasan pula sehingga secara tidak sadar melaksanakan model pengasuhan yang sama. Ia menyangka kekerasan itu perihal yang biasa dalam mengurus anak.
Mungkin lain, ortu memiliki permasalahan dalam manajemen emosi. Bila demikian, pasti wajib dicari penanganannya biar tidak berakibat pada anak.” Ortu wajib ketahui apa yang buatnya marah, senang, kekuatan, serta kelemahannya supaya dapat mengestimasi respons emosi yang dikeluarkan,” tutur founder Motiva Consulting Surabaya tersebut.
Kedua, memiliki coping stress. Ialah, upaya orang buat menanggulangi suasana yang penuh tekanan dengan melaksanakan pergantian kognitif ataupun sikap buat memperoleh rasa nyaman dalam dirinya.” Misal, lagi emosi banget, ambil waktu buat sendiri dahulu separuh jam, me time sebentar, ataupun buat teh hangat,” lanjut Sovia.
Ortu, paling utama bunda, merupakan pusat emosi di dalam keluarga. Jika emosi bunda bermasalah hendak berakibat pada seisi rumah, tercantum kanak- kanak. Dalam perihal ini, diperlukan manajemen rumah tangga.
” Misal, terdapat tidak kerja sama dengan suami ataupun dengan anak. Jika anaknya telah gede, dapat dikasih tugas rumah tangga. Sebab jika bunda melaksanakan seluruh tugas sendiri, dapat letih serta lambat- laun burn out,” ucapnya.
Menegur ataupun memarahi anak sebab melaksanakan kesalahan wajib disesuaikan dengan umur serta kesalahannya. Serta, tidak secara agresif. Bukan lantaran keadaan emosi ortu lagi tidak baik, kemudian dilampiaskan ke anak. Apabila semacam itu, ortu tidak lumayan cuma memohon maaf. Tetapi pula wajib mengakui kesalahan serta berjanji tidak mengulanginya. Buat menutup rekaman memori negatif, ortu dapat membagikan ubah pengalaman positif.
” Akui dahulu ke anak,’ maafin mama tadi mukul’ ataupun’ maafin papa tadi bentak- bentak’. Mama janji tidak mengulangi, tadi mama kecapekan. Kemudian, peluk ataupun ajak jalan- jalan ke luar,” urai associate psychologist@klikdokter itu. Dengan begitu, anak ketahui ortu pula dapat salah serta mengakui kesalahannya. Perihal itu hendak jadi role model untuk anak.
Tetapi, bila keadaan( ortu melampiaskan emosi ke anak) itu terus kesekian hendak membentuk pola pengasuhan dengan kekerasan, bukan luapan emosi sesaat. Kala emosi reda, ortu hendak kembali hirau pada anak. Tetapi, di setelah itu hari lagi- lagi menjadikan anak pelampiasan dikala emosi.
” Ini kerap terjalin di rumah tangga. Ortu KDRT pada anak, terus anaknya terluka, ortu menyembuhkan ataupun anaknya dibelikan hadiah. Begitu baikan, ortu melaksanakan kekerasan lagi kala emosi,” lanjut Sovia.
Anak yang hadapi kekerasan hendak mempunyai kendala psikis sampai berusia. Di antara lain, performa akademis yang rendah, keahlian kognitif kurang baik, mempunyai permasalahan kecemasan, tekanan pikiran, tekanan mental, sampai berkembang jadi anak yang gampang melaksanakan percobaan bunuh diri.
Artikel Terkait
Wali Kota Bandung Sidak Pasar Baru, Yana: Melegakan Stok Aman
Antisipasi Virus Flu Burung, Pemkot Bandung Sarankan Warga Beli Daging Karkas
Masyarakat Bersyukur Didaftarkan Sebagai Peserta JKN oleh Pemda Kabupaten Bandung